Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gejala, Faktor Penyebab dan Pengobatan Penyakit TBC

Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan t sekitarnya.

Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan y ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nal berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sal Pada pemeriksaan fisik mungkin didapat adanya ronkhi basal, suara ka pleural efusion. Penyakit TBC paru ini mungkin bentuknya aktif atau k mungkin pula tertutup atau terbuka.

Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperh dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat diagnosis secara past untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil 1 dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jaran TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena di disusui oleh ibunya.

Penanganan

Pada penderita dengan proses yang masih aktif, kadang-kadang perawatan, untuk membuat diagnosis serta untuk memberikan pendid diterangkan pada penderita bahwa mereka memerlukan pengobatan yang dan ketekunan serta ada kemauan untuk berobat secara teratur.
Gejala, Faktor Penyebab dan Pengobatan Penyakit TBC
Gejala, Faktor Penyebab dan Pengobatan Penyakit TBC
Per sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh Penderita dididik untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, Pengobatan terutama dengan kemoterapi, dan sangat jarang diperluka operasi.

Pada penderita TBC paru yang tidak aktif, selama kehamilan tidak perlu dapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif, dianjurkan untuk menggunakan obat dua macam atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan dalam regimen pengobatan tersebut.

Definisi

Suatu infeksi menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar penyakit Tuberkulosis menyerang paru-paru tetapi juga mengenai organ tubuh lainnya.
Di Indonesia penyakit TBC merupakan penyakit menular. Pada tahun 1999, WHO menegaskan di Indonesia setiap tahunnya terjadi ratusan ribu kasus baru dengan kematian 130 penderita dengan TBC dahak positif. Menurut hasil penelitian kusnidar tahun 1990, jumlah kematian akibat TBC diperkirakan mencapai 105,952 orang pertahun.

Kejadian kasus TBC paru paling tinggi terjadi paling tinggi dan paling banyak terjadi pada kelompok masyarakat dengan sosio-ekonomi lemah.

Etiologi.

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri berbentuk batang yang disebut mikobakterium tuberculosis. Bakteri ini pertama kali dideskripsikan pada tanggal 24 maret 1882 oleh Robert Koch. Bakteri ini bersifat aerob yang berbentuk batang, namun tidak berbentuk spora. Kuman ini bersifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan Ziehl neelsen, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam ( BTA). Dan dalam jaringan kuman ini dapat dormant ( tidur lama beberapa tahun).

Sifat sifat mycobacterium Tuberculosis:


  1. Tidak tahan panas, dan mati pada suhu 60 selama 15-20 menit.
  2. Biakan akan dapat mati bila kena sinar matahari langsung selama 2 jam.
  3. Dalam dahak bakteri ini dapat bertahan selama 20-30 jam.
  4. Basil dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
  5. Dalam suhu kamar biakan basil ini dapat bertahan hidup selama 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 200C selama 2 tahun.
  6. Baksil ini dapat dihancurkan oleh jodium tinetur dalam waktu 5 menit, sementara dengan alcohol 80% akan hancur dalam 2-10 menit kemudian.

Factor factor penyebab terjangkitnya penyakit TBC adalah kondisi social ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin menjadi factor penting dari penyebab berjangkitnya penyakit TBC ini.

Patofisiologi.

Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel efektor (makrofag), sedangkan limphosit (sel T) adalah sel imonoresponsifnya. Imunitas ini biasanya melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokin, respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitifitas ( lambat).

Basil Tuberkel yang mencapai permukaan alveolus akan diinhalasi sebagai suatu unit (1-3 basil), gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Yang berada dialveolus dibagian bawah lobus atas paru basil tuberkel ini membuat peradangan.

Leukosit polimorfonuklear nampak pada tempay tersebut dan mempagosit, namun tidak membunuh basil. Hari-hari berikutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumoni selluler ini dapat sembuh dengan sendirinya.
Proses ini dapat berjalan terus, dan basil terus dipagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar getah bening. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan waktu 10-20 hari).

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju (nekrosis kaseosa) . Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi akan lebih fibroblas membentuk jaringan parut dan ahirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi tuberkel

Penularan kuman Tuberkulosis.

Banyaknya kuman dalam paru-paru penderita menjadi satu indikasi tercepat penularan penyakit tuberculosis ini kepada seseorang, atau dengan kata lain sumber penularan pasien Tuberkulosis paru BTA Positif. Penyebaran kuman ini terjadi di udara melalui dahak yang berupa droplet. Bagi penderita TBC paru yang memiliki banyak sekali kuman, dapat terlihat langsung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya. Ini tentunya sangat menular dan bernahaya bagi lingkungan penderita.

Pada saat penderita batuk atau bersin, kuman TB paru dan BTA positif yang berbentuk droplet sangat kecil ini kemudian mongering dengan cepat menjadi droplet yang mengandung kuman tuberculosis. Kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam lamanya, sehinga cepat atau lambat droplet yang mengandung unsur kuman tuberculosis akan terhirup dan bersarang di dalam paru-paru seseorang, maka kuman ini akan mulai membelah diri atau berkembang biak. Dari sinilah akan terjadi infeksi dari satu penderita ke calon penderita lain.

Bentuk penyakit tuberculosis dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni: tuberculosis paru dan tuberculosis ekstra paru.

Penyakit tuberculosis paru adalah bentuk yang paling sering dijumpai yakni sekitar 80% dari semua penderita. penyakit tuberculosis yang menyerang jaringan paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang mudah tertular kepada manusia lain, asal kuman bisa keluar dari tubuh penderita melalui percikan ludahnya.

Penyakit tuberculosis yang menyerang organ tubuh lain, selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan saraf pusat dan lain-lain. Dengan kondisi tubuhyang rusak sudah barang tentu menimbulkan kegagalan system dalam tubuh dan akhirnya menimbulkan kematian.

Penularan TB akan lebih mudah terjadi, antara lain:


  1. Hunian padat (Over- crowding) misalnya di penjara dan di tempat-tempat pengungsian dan yang kurangberventilasi.
  2. Situasi social ekonomi yang tidak menuntungkan misalnya; malnutrisi, pelayanan kesehatan yang buruk, tunawisma.
  3. Lingkungan kerja, misalnya pertambangan, laboratorium, rumah sakit dll.

Gejala / tanda.

Ada beberapa tanda saat seseorang terjangkit TBC paru diantaranya adalah

  1. Malaise : ditemukan beripa anorexia, nafsu makan menurun, BB menurun, sakir kepala, nyeri otot, keringat diwaktu malam hari
  2. Batuk-batuk berdahak dan produktif lebih dari 2 minggu.
  3. Dahak bercampur darah atau pernah bercampur darah.
  4. Dada terasa sakit, nyeri dan sesak pada waktu bernafas.
  5. Demam: subfebril, febril ( 40-41derajat C) hilang timbul dan berkeringat dingin pada malam hari.
  6. Penderita tampak kurus atau BB menurun.

Bakteri ini mempunyai masa inkubasi, mulai dari infeksi sampai pada lesi primer pada paru muncul, kurang lebih 4- 12 minggu, sedangkan pada kasus ekstra paru biasanya memakan waktu yang lebih lama.

Secara umum tingkat atau derajat penularan penyakit TBC paru tergantung dari banyaknya basil tuberculosis dalam sputum, virulensi basil, dan peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin dan berbicara keras.

Diagnosis.

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis TB adalah :

  1. Pemeriksaan sputum untuk mengetahui adanya kuman mycobacterium tuberculosis, yang sering disebut pemeriksaan BTA.
  2. Rongten.
    1. Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
    2. Pada kavitas bayangan berupa cincin.
    3. Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi
  3. Laboratorium :
    1. Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
    2. Sputum : pada kultur ditemukan BTA
    3. Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)

Komplikasi.

Komplikasi sering terjadi pada pasien lanjut:

  1. Hemoptisismasif. ( perdaraan saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena sumbatan jalan nafas, atau syok hipovolemik.
  2. Kolap lobus akibat sumbatan bronkus.
  3. Bronkietasis ( pelebaran bronkus setempat)dan fibrosis ( pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
  4. Pneumotoraks ( udara didalam rongga pleura ) spontan, kolaps spontan karena bullae pecah.
  5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti: otak, tulang,sendi, ginjal dll.
  6. Insufisiensi kardiopulmoner.

Penatalaksanaan.


  1. Penyuluhan
  2. Pemberian obat-obatan :
    1. OAT (obat anti tuberkulosa) : berupa FDC atau jenis Kombipak
    2. OAT yang digunakan oleh program Nasional penanggulangan Tubeculosis di Indonesia:
    3. Katagori I
      1. KDT : 2 ( HRZE)/4(HR)3.
      2. Kombipak : 2 HRZE/4 HH3R3
    4. katagori II.
      1. KDT : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
      2. Kombipak: 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.
      3. Sisipan: - KDT : (HRZE) atau Kombipak : HRZE
    5. katagori anak: - KDT: 2(HRZ)/4(HR)
    6. Kombipak: 2HRZ/4HR.

Keterangan:
E=Etambutol, H= Isoniazid ( INH), R = Rifampisin, Z= Pirazinamid.

  • Bronchodilatator misalnya tablet Aminofilin,.
  • Expektoran misalnya GG.
  • OBH.
  • Vitamin.

3. Fisioterapi dan rehabilitasi
4. Pencegahan.

Upaya untuk mencegah penularan penyakit TB:


  • Mengobati pasien TBC Paru BTA positif sampai sembuh ( merupakan upaya terpenting).
  • Menganjurkan kepada pasien agar menutup mulut dengan sapu tangan bila batuk atau bersin dan tidak membuang dahak dilantaii atau sembarang tempat.
  • Perbaikan perumahan dan lingkungan, peningkatan status gizi dan peningkatan pelayanan kesehatan.

Upaya untuk mencegah terjadinya TB adalah:

1. Meningkatkan gizi.

2. Memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita tanpa gejala TB tetapi mempunyai kontak atau serumah dengan pasien TB Paru BTA positif. Pada anak ini biasanya diberiakan obat TB berupa tablet Isoniazid (INH) selama enam bulan.bila anak belum pernah mendapat vaksinasi BCG maka vaksin BCG diberikan sesudah pemberian tablet isoniazid (INH).

3. Imunisasi BCG.
Vaksinasi BCG hanya menurunkan kejadian TB berat pada anak (misalnya meningitis tuberculosis, TB milier dll)

Tidak dapat mencegah terjadinya TB post primer jika infeksi dengan kuman TB tersebut sudah terjadi sebelum imunisasi BCG.

Tidak dapat menurunkan insiden TB.

5. Pemeriksaan kontak dari pasien TBC Paru BTA positif sedini mungkin untuk mencegah perkembangan dan penularan penyakit.
Virus TBC

2.3 Obat-obat yang dapai dagunakan

1. Isoniazid (INH), dengan dosis 300 mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati, sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Oleh karena itu perlu diperiksa faal hati sewaktu¬waktu, dan bila ada perubahan, maka obat untuk sementara harus segera dihentikan.

2. Ethambutol dengan dosis 15-20 mg/kg/hari. Dilaporkan obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis akan tetapi laporan samping efek obat ini dalam kehamilan sangat sedikit, dan pada janin belum ada.

3. Streptomycin dengan dosis i g/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, dan jangan digunakan dalam kehamilan trimester pertama. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan (ototoksik), di samping itu pemberian obat ini kurang menyenangkan pada penderita, karena harus disuntikkan setiap hari. Dilaporkan bila dosis yang diberikan <>

4. Rifampisin dengan dosis 600 mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC paru, akan tetapi mempunyai efek potensial teratogenik yang besar pada binatang percobaan. Pada manusia belum banyak laporan, dan dianjurkan untuk tidak menggunakannya dalam trimester pertama.

Pemeriksaan sputum setelah i-2 bulan pengobatan, harus dilakukan dan kalau masih positif, perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat. Tidak ada indikasi untuk melakukan tindakan pengguguran kehamilan pada penderita TBC paru. Antenatal care dapat dilakukan seperti biasa. Dianjurkan penderita datang sebagai pasien permulaan atau terakhir dan segera diperiksa, agar tidak terjadi penularan pada orang-orang di sekitarnya.

Persalinan pada wanita yang tidak dapat pengobatan dan tidak aktif lagi, dapat berlangsung seperti biasa, akan tetapi pada mereka yang masih aktif, penderita di tempatkan di kamar bersalin tertentu (tidak banyak digunakan penderita lain). Persalinan ditolong dengan tindakan ekstraksi vakum atau forseps, dan sedapat mungkin penderita tidak meneran, diberi masker untuk menutupi mulut dan hidungnya agar tidak terjadi penyebaran kuman ke sekitarnya.

Cegah terjadinya perdarahan postpartum seperti pada pasien-pasien lain pada umumnya. Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian penderita dapat dipulangkan langsung. Diberi obat uterotonika, dan obat TBC paru diteruskan, serta nasihat perawatan masa nifas yang harus mereka lakukan. Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat di ruang isolasi.

Pcrawatan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mcndcrita TBC paru haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya, agar anaknya tidak ketularan oleh ibm keadaan ideal bayi setelah lahir segera dipisahkan dari ibunya, sampai il: memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan p sputum sebanyak 3 kali, yang selalu memperlihatkan hasil negatif. Pada suntikan Mantoux sampai menunjukkan reaksi positif. Bila suntikan BC sebaiknya segera diberikan pada bayi setelah lahir, atau bila reaksi Mantoux negatif.

Yang penting adalah pendidikan pada penderita dan keluarganya tenta penyakit TBC paru yang sedang diidap serta bahaya penularan penyak pada anaknya, sehingga penderita dan keluarganya menyadari sepenuhny na cara melakukan perawatan bayinya dengan baik.

Posting Komentar untuk "Gejala, Faktor Penyebab dan Pengobatan Penyakit TBC"